TUGAS
SOFTKILL
(PERAWATAN
PREVENTIF)
Disusun oleh :
Nama : Riski Tri Saputra
Kelas : 3IC08
Npm
: 26415068
FAKULTAS TEKNOLOGI
INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2018
1. Pengertian
Perawatan Definisi Tujuan Bersifat Preventif Korektif
Menurut Vincent Gasper
, perawatan preventif merupakan suatu
kegiatan yang diarahkan pada tujuan untuk menjamin kelangsungan fungsional
suatu sistem produksi sehingga dari sistem produksi sehingga dari sistem itu
dapat diharapkan menghasilkan out put sesuai dengan yang dikehendaki . Sistem
perawatan dapat dipandang sebagai bayangan dari sistem produksi ,
dimana apabila sistem produksi beroperasi dengan kapasitas yang sangat tinggi
maka akan lebih intensif .
Perawatan juga dapat
didefinisikan sebagai , suatu aktivitas untuk memelihara atau menjaga
fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian
penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan
sesuai dengan apa yang direncanakan .
Pada dasarnya terdapat dua prinsip utama dalam
sistem perawatan yaitu :
- Menekan ( memperpendek ) periode kerusakan ( break down period ) sampai batas minimum dengan mempertimbangkan aspek ekonomis .
- Menghindari kerusakan ( break down ) tidak terencana , kerusakan tiba – tiba .
Perawatan preventif ini sangat penting karena
kegunaannya yang sangat efektif didalam fasilitas – fasilitas produksi yang
termasuk dalam golongan “ critical unit “ sedangkan ciri – ciri dari fasilitas
produksi yang termasuk dalam critical unit ialah kerusakan fasilitas atau
peralatan tersebut akan :
- Membahayakan kesehatan atau keselamatan para pekerja
- Mempengaruai kualitas produksi yang dihasilkan
- Menyebabkan kemacetan seluruh proses produksi
- Harga dari fasilitas tersebut cukup besar dan mahal
Dalam prakteknya perawatan preventif yang
dilakukan oleh suatu perusahaan dapat dibedakan lagi sebagai berikut :
- Perawatan rutin , yaitu aktivitas pemeliharaan dan perawataan yang dilakukan secara rutin ( setiap hari ) . Misalnya pembersihan peralatan pelumasan oli , pengecekan isi bahan bakar , dan lain sebagainya .
- Perawatan periodic , yaitu aktivitas pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodic atau dalam jangka waktu tertentu , misalnya setiap 100 jam kerja mesin , lalu meningkat setiap500 jam sekali , dan seterusnya . Misalnya pembongkaran silinder , penyetelan katup – katup , pemasukan dan pembuangan silindermesin dan sebagainya .
Dalam perawatan preventif akan menguntungkan atau
tidak tergantung pada :
- Distribusi dari kerusakan pada penjadwalan dan pelaksanaan perawatan preventif harus memperlihatkan jenis distribusi dari kerusakan yang ada , karena dengan mengetahui jenis distribusi kerusakan dapat disusun suatu rencana perawatan yang benar – benar tepat sesuai dengan latar belakang mesin tersebut .
- Hubungan antara waktu perawatan prerventif terhadap waktu , perbaikan , hendaknya diantara kedua waktu ini diadakan keseimbangan dan diusahakan dapat dicapai titik maksimal . jika ternyata jumlah waktu untuk perawatan preventif lebih lama dari waktu menyelesaikan kerusakan tiba – tiba , maka tidak ada manfaatnya yang nyata untuk mengadakan perawatan preventif , lebih baik ditunggu saja sampai terjadi kerusakan .
Walaupun masih ada suatu factor lain yang perlu diperhatikan
yaitu apabila ternyata jumlah kerugian akibat rusaknya mesin cukup besar yang
meliputi bianya – biaya :
- Buruh menganggur
- produksi terhenti
- biaya penggantian spare part
- Kekecewaan konsumen
maka walaupun waktu untuk menyelesaikan
perawatan preventif sama dengan waktu untuk menyelesaikan kerusakan , perawatan
preventif masih dapat dipertimbangkan untuk dilaksanakan .
2. Laporan Analisis
Kerusakan Pada Suatu Mesin
I. Pendahuluan
Pada hari minggu, 25 Juli 2010
pukul 23.11 wita timbul suara seperti benturan dari dalam casing Impeller
disertai kenaikan vibrasi mencapai 7,5 mm/s pada 010 – C02 Air Combustion
Blower. Tetapi jika suara tersebut hilang ada kalanya nilai vibrasinya turun
menjadi 3 mm/s. Setelah dimonitor selama 2 hari akhirnya pada hari selasa pukul
8.30 wita, dengan vibrasi yang termonitor sudah mencapai 8,1 mm/s dan pada
akhirnya diputuskan untuk shut down.
II. Tahap
Kenaikan Vibrasi
Untuk mengetahui kecenderungan kenaikan vibrasi pada
air combustion fan diperlukan beberapa data pembanding, data tersebut
dibandingkan dari vibrasi pada saat setelah perbaikan impeller ketika shut down
bulan Januari 2010 sampai shut down terakhir tanggal 27 Juli 2010. Pada grafik
dibawah menunjukkan perkembangan kenaikan frekuensi spectrum dari vibrasi dan
memunculkannya indikasi kerusakan yang terjadi di plummer block pada posisi
outboard horizontal karena pada posisi ini nilai vibrasi lebih dominan.
Grafik 1.
Trend vibrasi dari 11 Januari – 27 Juli 2010
Pada grafik pada tanggal 11 Januari 2010 menunjukkan
spectrum vibrasi pada posisi Fan Outboard Horizontal setelah shut down pada
bulan Januari akibat crack pada impeller. Frekuensi spectrum yang muncul berupa
1x dengan nilai overall 1,8 mm/s. Suatu ketika pada tanggal 22 Juli 2010
spectrum vibrasi menunjukkan kenaikan nilai overall dari 1,8 mm/s menjadi 3,65
mm/s pada frekuensi 1x, 2x, dan 3x yang berlangsung ketika start up setelah
shutdown syngas compressor.
Tidak lama setelah itu, pada tanggal 25 Juli 2010
nilai vibrasi mengalami kenaikan dari nilai overall 3,65 mm/s menjadi 7.71 mm/s
domiman spectrum vibrasi pada 1x, 2x, 3x, 4x, 5x, 6x (looseness) dan diiringi
dengan munculnya suara gaduh seperti gesekan antara metal dengan metal. Akan
tetapi munculnya suara gaduh tersebut tidak terjadi secara kontinyu, ada
kalanya muncul dan ada kalanya menghilang. Jika suaranya muncul nilai vibrasi
juga ikut naik, dan jika suara tersebut menghilang nilai vibrasi menjadi turun
seperti semula. Berdasarkan
kejadian tersebut, maka dilakukan monitoring secara berkala dan hasil
pengamatan pada tanggal 26 Juli 2010 didapatkan nilai vibrasi menurun menjadi
2,57 mm/s dengan indikasi untuk frekuensi 1x, 2x, dan 3x menjadi menghilang.
Pada akhirnya pada tanggal 27 Juli 2010 diputuskan
untuk shut down, karena vibrasi sudah mencapai 8,1 mm/s dengan muncul frekuensi
0.7x yang menandakan cage bearing terjadi kerusakan, selain itu muncul juga
frekuensi 1.5x dan 2.2x yang mempertegas kondisi terjadinya looseness.
III. Hasil perbandingan
data vibrasi dengan fakta dilapangan
Pada tanggal 25 Juli ketika awal di temukannya suara
gaduh seolah-olah seperti gesekan antara metal to metal, kejadian tersebut
dapat dibuktikan dengan adanya bekas gesekan antara suction cone dengan
impeller setelah FD Fan di buka. Pada gambar 1 memperlihatkan bekas goresan
akibat gesekan antara suction cone dengan impeller. Akan tetapi kejadian
tersebut terjadi tidak kontinyu dan jika sedang terjadi gesekan dapat
menyebabkan kenaikan nilai overall vibrasi dari 3,65 mm/s (22 Juli 2010)
menjadi 7,71 mm/s dengan indikasi munculnya frekuensi 1x, 2x, 3x, 4x, 5x, 6x
yang menandakan looseness terjadi pada bearing, dimana seolah-olah bearing
menerima beban berlebih akibat timbulnya vibrasi dari gaya gesekan yang
diterima impeller.
Pada saat terjadi gesekan pada impeller, plummer
block sempat mengeluarkan asap yang menandakan terbakarnya grease akibat
gesekan antara bearing dengan housing dan setelah di ukur temperature plummer
block pada saat itu mencapai 80oC (kondisi normal 50oC) . Pada gambar 2
memperlihatkan bekas grease yang terbakar.
Gambar 1.
Tanda bekas gesekan pada impeller
Gambar 2.
Grease pada plummer block sisi outboard sebagian besar habis terbakar.
Ketika tanggal 26 Juli 2010 vibrasi sempat turun
menjadi 2,57 mm/s dan frekuensi 1x, 2x, dan 3x tidak muncul, hal tersebut
dimungkinkan kerusakan bearing pada plummer block sudah parah. Bisa jadi
spherical roll bearing sudah lepas dari cagenya dan akhirnya jatuh, selanjutnya
ikut berputar mengikuti porosnya. Pada kondisi tersebut bearing tidak dapat
menyangga porosnya lagi. Untuk membuktikan kejadian tersebut ditemukan
spherical roll bearing yang penyok-penyok akibat bertumbukan antara satu dengan
yang lain seperti yang diperlihatkan pada gambar 3 dan untuk gambar 4
memperlihatkan spherical roll bearing yang masih utuh.
Gamber 3.
Spherical roll bearing mengalami penyok
Gambar 4.
Sperical roll bearing masih utuh dengan cagenya
Fakta pendukung terjadinya kerusakan pada spherical
roll bearing diperlihatkan dengan adanya indikasi pada spectrum vibrasi pada
tanggal 27 Juli 2010 yang memunculkan frekuensi 0.7x dimana frekuensi ini
berasal dari cage bearing, sedangkan untuk frekuensi 1.5x dan 2.2x yang
menunjukkan frekuensi looseness yang sudah pada kondisi parah. Pada gambar 5
memperlihatkan bekas patahan cage bearing yang merupakan sumber memunculkan
frekuensi 0.7x.
Gambar 5.
(a) Patahan cage bearing sisi outboard. (b) cage yang masih utuh
Sedangkan untuk gambar 6 memperlihatkan bekas
goresan pada outer race bearing yang menandakan terjadinya looseness antara
housing bearing dengan outer bearing, sehingga frekuensi 1.5x dan 2.2x muncul.
Gambar 6.
Bekas gesekan pada outer race bearing
IV. Analisa hasil
inspeksi
4.1. Beberapa
kemungkinan penyebab suara gaduh dalam casing
a. Berasal dari benda asing yang menempel pada
impeller. Hal ini dimungkinkan karena pada saat terjadi suara indikasi vibrasi
yang terjadi adalah naiknya spectrum 1x dan 2x. Dari spectrum tersebut
menunjukkan terjadinya unbalance yang bisa disebabkan oleh adanya benda asing
yang menempel pada impeller. Namun pada saat pengecekan di casing, benda asing
ini tidak ditemukan baik pada sisi inlet ataupun outlet kecuali benda ini sudah
masuk dalam duct reformer.
b. Suara gaduh yang terdengar dari luar dimungkinkan
berasal dari gesekan antara suction cone dengan impeller. Selain itu ada suara
lain seolah-olah mirip dengan benda jatuh diindikasikan berasal dari flapper FD
fan yang kocak. Kesimpulan ini di dasari dari hasil check dilapangan, dimana
ketika casing FD fan dibuka tidak ditemukannya benda asing didalamnya dan
ketika di check bagian atas dari FD fan yakni sound barrier tidak ditemukan
adanya bagian dari komponen yang lepas (gambar 7). Akan tetapi dari flapper FD
fan ditemukan 2 (dua) komponen yang kocak (gambar 8) pada saat simulasi opening
sekitar 50 %, dimana opening ini juga sama dengan kondisi normal operasi.
Diperkirakan suara yang seolah-olah seperti benda jatuh tersebut kemungkinan
besar berasal dari resonansi suara dari flapper ID fan yang kocak.
Gambar 7. Kondisi Sound Barrier yang masih baik
Gambar 8. (a) Flapper FD fan, (b) Tampak luar bearing
housing penyangga flapper FD fan, (c) Tampak dekat untuk bearing housing yang
rusak, (d) Posisi bearing housing yang rusak
4.2. Beberapa
kemungkinan penyebab dan akibat gesekan antara impeller terhadap suction cone.
4.2.1. Unbalance
Jika diamati dari segi pengoperasian bisa jadi
fluktuasi flow selama pengoperasian dapat menyebabkan perubahan karakter dari
alat itu sendiri. Perubahan karakter tersebut dapat dilihat dari hasil
pengambilan monitoring vibrasi per 2 (dua) mingguan (grafik 4), dimana adanya
perubahan karakter spectrum yang awalnya (setelah perbaikan bulan Januari)
dominan pada 1x yang menunjukkan unbalance, dimana unbalance tersebut tidak
merupakan masalah karena nilainya kecil dan tidak bisa dihilangkan karena
system FD fan tersebut mengadopsi system overhang.
Kemudian pada bulan maret mulai muncul 2x dan 3x
dengan diikuti kenaikan pada 1x. Munculnya 2x dan 3x mengindikasikan adanya
looseness pada plummer block. Kecenderungan ini berlangsung sampai pabrik
dinyatakan shut down pada bulan Juli akibat terjadi gesekan impeller dengan
suction cone. Bisa jadi dimungkinkan gesekan terjadi ketika impeller sedang
mengalami unbalance.
Faktor
lain yang bisa merubah nilai Unbalance dari Impeller juga dari Stiffness
(kekakuan) system yang berubah. Banyak hal yang mangakibatkan hal ini seperti
perubahan sistem damping, korosi pada static part (casing) dan juga kekuatan
ikatan pada system akibat Fan sering mengalami strat up dan shutdown (terjadi
beban kejut yang besar yang bisa merubah kekuatan ikatan terutama pada sistem
Bolting).
Grafik 4. Hasil monitoring vibrasi per 2 (dua) mingguan
4.2.2. Gaya gesek
sesaat penyebab vibrasi naik
Untuk mengetahui besarnya gaya gesek sesaat ketika
terjadi gesekan antara impeller terhadap suction cone yang menyebabkan vibrasi
hingga mencapai 8,1 mm/s, maka perlu dibuktikan. Putaran FD fan sendiri sebesar
1480 rpm memungkinkan ketika terjadi gesekan menimbulkan gaya yang cukup besar.
Besarnya gaya gesek penyebab vibrasi dapat dihitung sebagai berikut :
Data
:
A. Masa
komponen yang berputar : 1370,82 kg
B. Putaran : 1480 rpm
C. Diameter impeller : 1.15 m
Perhitungan
:
a)
Konversi gerak putar ke gerak linier
1480
rpm x 2rad / 60s = 154,9 rad/s
b)
Gaya melingkar
F
= 1.888.3939,5 N
c)
Gaya gesek
Dari hasil perhitungan diatas dapat dibuktikan bahwa
ketika terjadi gesekan sesaat maka nilai vibrasi mencapai 8,1 mm/s hal tersebut
kemungkinan dikarenakan adanya gaya gesekan sebesar 7.553.575,8 N.
4.2.3. Celah antara
impeller dengan suction cone
Kemudian jika dilihat dari jarak celah antara
suction cone dengan impeller terlihat adanya ketidak bulatan dari suction cone
dan bisa jadi adanya ketidak bulatan dari impeller itu sendiri (gambar 9). Bisa
jadi titik pusat antara suction cone dengan impeller tidak sejajar akibat
pengaruh dari luar maupun dari dalam.
Gambar 9. Jarak celah antara suction cone dengan impeller
Ada
beberapa kemungkinan penyebab terjadinya ketidakbulatan celah antara impeller
dengan suction cone antara lain:
a.
Suction cone pernah dilakukan perbaikan pada bagian atas karena korosi sehingga
bekas las-lasan dimungkinkan tidak rata mengikuti bentuk lingkarannya.
b.
Kondisi plummer block bearing rusak yang kemungkinan menyebabkan posisi center
antara impeller terhadap suction cone bergeser.
c.
Kemungkinan proses alignment awal yang tidak memperhatikan jarak celah antara
suction cone dengan impeller.
d.
Adanya perubahan titik berat yang menyebabkan center antara impeller dengan
suction cone bergeser setelah adanya pergantian motor AC dengan berat yang
berbeda dari desain awalnya.
e.
Adanya perubahan kekakuan dari kontruksi penyangga karena dilakukan pergantian
spring damper pada waktu saat masih running.
Untuk
memastikan seberapa besar penyimpangan yang terjadi, maka dilakukan pengecekan
celah antara impeller terhadap suction cone setelah dilakukan penggantian
bearing baru dan Alignment kembali. Hasil pengukuranya diperlihatkan seperti
pada table 1.
Tabel 1. Gap antara suction cone dengan impeller
Dari hasil pengukuran diatas dapat disimpulkan bahwa
jarak celah terkecil antara suction cone dengan impeller masih dalam batas yang
aman yakni 7,3 mm. Oleh karena itu, untuk kedepannya kondisi ini bisa
diminimalisir jika setelah pemasangan impeller dan alignment jarak antara
suction cone dan impeller harus diukur kembali.
4.2.4. Perubahan titik
berat
Untuk perubahan titik berat bisa dikarenakan
perubahan massa pada keseluruhan kontruksi. Dari data dilapangan didapatkan
pernah dilakukan pergantian motor AC dimana terdapat perbedaan berat dari motor
lama beratnya 2,3 ton menjadi motor baru 3,8 ton. Hal tersebut dapat
mengakibatnya pergeseran titik berat dari konstruksi peralatan FD fan.
Gambar 11. Drawing yang menunjukan titik berat dari komponen
(original design)
4.2.5. Defleksi spring
damper
Faktor lain kemungkinan penyebab terjadinya
perubahan jarak celah antara suction cone dengan impeller dikarenakan adanya
pergantian spring damper dengan komponen hasil perbaikan. Di mungkinkan adanya
perbedaan ketinggian hasil defleksi dari spring damper ketika menerima beban.
Hal tersebut coba dibuktikan dengan pengambilan data lapangan seperti pada
gambar 12.
Catatan: yang dimaksud terbebani adalah casing FD fan sudah terpasang
seluruhnya
Tabel 2. Hasil pengukuran defleksi spring damper
Dari hasil pengambilan data dilapangan seperti yang
ditunjukkan pada table 2 dan grafik 3 memperlihatkan beberapa hasil pengukuran
dilapangan yang menunjukkan efek dari pembebanan yang memperlihatkan perilaku
dari masing-masing damper. Dari situ dapat diamati bahwa setiap demper memiliki
ketidaksamaan dalam menerima beban dan dalam kemampuannya untuk berdefleksi.
Sehingga bila ada perubahan yang significant pada beban, bisa menyebabkan
kestabilan sistem terganggu.
Pergantian penggerak dengan berat yang lebih besar
pada saat Turn Around 2009 (berat motor asli 2,3 ton dan berat motor baru 3,8
ton) diperkirakan mengganggu kestabilan system, sehingga bila ada gangguan yang
significant bisa menyebabkan vibrasi berlebihan pada fan.
Grafik
3. Jarak defleksi spring damper setelah terbebani
Analogi lain pengaruh perubahan dari sistem damper
ini bisa dijelaskan seperti pada gambar 14a dan 14b. Pada gambar 14a tersebut
dijelaskan bahwa ketika shut down bulan Januari 2010 dilakukan proses
alignment, spring damper yang terpasang masih merupakan komponen lama yang
sudah terinstal sejak jaman kontruksi. Padahal kondisi spring damper pada waktu
itu sendiri tidak begitu bagus, sebagian rusak sebagian baik seperti yang
terlihat pada gambar 13, akan tetapi pada kondisi tersebut tidak terjadi
gesekan antara impeller dengan suction cone. Kemungkinan ketika dilakukan
alignment masih terdapat jarak yang cukup antara celah impeller terhadap
suction cone. Tetapi ada hal yang patut disayangkan karena data antar celahnya
pada saat Januari 2010 tidak tercatat.
Kemudian pada Gambar 14.b. memperlihatkan
kemungkinan perubahan elevasi sistem akibat dari dilakukannya pergantian spring
damper, dimana spring damper yang terpasang terdiri dari kombinasi spring lama
dengan baru. Dengan begitu, bisa jadi masing – masing damper memiliki kemampuan
meredam yang berbeda akibat perbedaan konstanta pegas dari spring. Diperkuat
lagi, adanya penggantian damper dilakukan pada saat FD fan beroperasi serta
tidak dilakukan proses alignment setelahnya. Perubahan terhadap setting awal alignment
dimungkinan terjadi karena adanya penambahan ketinggian dari spring damper baru
yang sedang terpasang saat ini dibanding spring damper lama yang lebih rendah
akibat spring damper sudah pada kondisi rusak (gambar 13). Walau pun spring
damper lama tingginya lebih rendah, damper tersebut tidak berpengaruh terhadap
elevasi sistem karena ketika proses alignment sudah menyesuaikan kondisi pada
saat itu.
Dengan adanya penambahan ketinggian dari spring
damper tadi maka keseluruhan komponen FD fan akan bisa terangkat bahkan bisa
miring pada sebagian sisinya akibat ketinggiannya tidak merata. Oleh sebab itu,
titik center dari impeller menjadi berubah terhadap titik center suction cone.
Apalagi bila kita asumsikan pada saat Januari 2010 itu clearance yang ada sudah
cukup kecil, maka jika terjadi perubahan ketinggian sedikit saja pada sistem,
dapat langsung berefek pada jarak celah Impeller dan Cone.
4.3. Kerusakan pada
plummer block
Bearing
yang terdapat pada plummer block setelah dibuka terlihat mengalami kerusakan
pada cage yang sebagai penyangga rontok terlebih dahulu sehingga spherical
roller bearing lepas dan mengalami gesekan serta tergencet antara satu dengan
yang lainnya. Ketika vibrasi naik sempat pula terlihat asap keluar dari plummer
block yang diindikasikan berasal dari grease yang terbakar akibat gesekan
antara outer race dengan housing bearing (temperature kejadian 80oc).
Berikut
jenis bearing pada plummer block:
•
Type : spherical roller bearing
•
Serial : 2222 E
•
Jenis : Cylindrical bore
•
d (dalam): 110 mm
•
D (luar): 200 mm
•
B (lebar) : 53 mm
•
Basic load rating (dynamic static) C: 560 kN ; Co : 640 kN
•
Fatiq load limit : Pu = 63
•
Speed rating : reference speed = 3000 r/min ; limit speed= 4000 r/min
•
Massa : 7 kg
•
Ketahanan temperature = +200Oc selama 2500 jam
Dari hasil perhitungan diatas jika dibandingkan
dengan gaya yang ditimbulkan ketika suction cone dengan impeller bergesekan
sebesar 7.553.575,8 N maka, bearing tidak mampu lagi menahan besarnya gaya yang
terjadi. Loosenes yang terjadi merupakan akibat diterimanya beban yang melebihi
batas kemampuan dari bearing itu sendiri. Dimana looseness dapat dibuktikan
setelah dilakukan pengukuran diameter plummer block terdapat kelonggaran ukuran
sekitar 0,09 mm untuk outside bearing dan inside bearing 0,07 mm dari ukuran
standardnya 200 mm Dalam hal ini bearing bukan menjadi sumber penyebab
terjadinya gesekan pada impeller.
V. Kesimpulan
a)
Penyebab menggeseknya impeller ke cone diperkirakan karena :
1.
Kenaikan faktor unbalance dari sistem akibat sering terjadinya trip dan
shutdown pabrik.
2.
Penggantian damper saat Combustion Blower beroperasi yang tidak diikuti dengan
aligment poros.
b)
Penyebab munculnya suara gaduh diperkirakan karena:
1.
Bergeseknya impeller terhadap cone
2.
Resonansi dari getaran flapper yang longgar.
3.
Kerusakan pada plummer block bukan merupakan penyebab utama kejadian ini, sebab
bearing hanya menerima akibat dari besarnya beban gaya yang sudah melebihi
batas kerjanya.
VI. Saran
a)
Selalu ukur clearance antara suction cone dengan impeller ketika alignment
poros.
b)
Perbaikan kerataan permukaan pada suction cone
c)
Jika melakukan pergantian spring damper harus dilakukan pada saat shut down
d)
Studi lebih lanjut efek dari penggantian motor baru yang lebih berat saat ini.
a)
Meminimalisir pengoperasian alat secara kejut guna mengurangi gaya yang
diterima alat.
3. Metode Praktis Dalam
Membuat Jadwal Perawatan
Sistem penjadwalan yang baik akan menunjang
kelancaran dalampenyelesaian suatu pekerjaan. Karena itu jadwal harus dibuat
olehorang yang cermat dalam mempertimbangkan segala sesuatunya yangberkaitan,
karena tugasnya adalah menyiapkan susunan pekerjaan, menetapkan waktu dan
saat penyelesaian, membuat rencana kerja dan sebagainya.
Dalam
hal ini, perlu disusun semua pekerjaan yang akan dilakukan, kecuali pekerjaan yang
terjadi mendadak. Dengan demikian, secara umum tidak ada
pekerjaan yang dilakukan tanpa dibuat rencananya terlebih dahulu.
Perencana yang dibuat adalah mengenai informasi seperti nomor order
pekerjaan, pemberian kode, nomor mesin, lokasi, waktu pelaksanaan dan
semua kontrol yang menunjukkan waktu.
Untuk
perbaikan yang dilakukan mendadak, foreman harus dapat menentukan dengan cepat
tentang apa yang perlu dikerjakan dan dapat dilakukan selama mesin
mengalami kemacetan. Material yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut
sedapat mungkin disiapkan pada lokasi
yang terpisah dari tempat kerja, tetapi memungkinkan persediaannya secara
cepat. Sebagai
sarana penunjang dalam pekerjaan perawatan perlu juga disediakan chart (bagan)
sebagai peta perencanaan aktivitas yang biasa digunakan untuk jangka
panjang.
Chart
yang dipakai ini dapat dipasang
pada papan jadwal. Daftar pada papan jadwal secara visual harus mudah diperiksa
untuk menyediakan tenaga kerjanya. Hal ini juga untuk memberitahukan
kepada perencana proyek atau pengawas sehingga dapat memeriksa semua pekerjaan
dengan cepat. Chart
Gantt Banyak
jenis chart yang digunakan di industri, semuanya bertujuan untuk menunjukkan
hubungan dari berbagai fungsi. Chart adalah termasuk suatu alat
bantu peraga yang dapat memberikan informasi melalui proses
komunikasi. Chart
gantt adalah suatu peta perencanaan program kerja dalam bentuk grafik blok yang
pada mulanya diperkenalkan oleh seorang sarjana Amerika, Henry
L. Gantt (1861-1919). Chart ini dibuat dengan bentuk basis empat
persegi panjang, semua aktivitas pekerjaan yang dirancang diurutkan ke
bawah secara terpisah di sebelah kiri garis vertikal. Sedangkan
untuk penunjukan waktunya diurutkan memanjang dari kiri ke kanan secara
horisontal. Unit waktu menunjukkan
lamanya program kerja yang direncanakan, dan pada prakteknya biasa
ditentukan berdasarkan waktu harian atau mingguan.
Contoh
1. Ilustrasi dari penggunaan chart gantt untuk penjadwalan pekerjaan overhaul
pabrik, disusun sebagai berikut:

Tabel
1. Jadwal Overhaul pabrik.
Semua
aktivitas dari program kerja yang telah disusun dapat dilihat pada gambar 1. Dari chart pada gambar
1, dapat diperoleh informasi seperti berikut:

Tabel 2.
Data kemajuan tugas yang dilakukan.
Chart dapat berguna untuk memberi keterangan, namun
dalam pemakaiannya
tidak selalu mampu menanggulangi segala persoalan yang timbul. Dalam
chart ini tidak ditunjukkan secara jelas adanya faktor yang saling
ketergantungan dari berbagai aktivitas yang satu dengan lainnya. Untuk
membantu mengatasi keterbatasan tersebut, dapat memungkinkan diterapkan
sistem berangkai guna menghubungkan
berbagai aktivitas yang saling berkaitan. Pemakaian cara yang lebih baik
ditunjukkan oleh contoh 2 (gambar 1).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar